I wanna asking...
Apa yang kamu lihat dariku? Bukan 'kah cukup sulit untuk bertahan dalam hitungan tahun untuk terus berhubungan denganku? Apa yang kamu pikirkan saat memutuskannya sedang kamu saja tak tahu apa dan bagaimana aku?
Ada banyak tanya dalam benakku. Ada banyak rasa yang berkecamuk dalam hatiku. Namun, hatiku cukup lemah untuk bertanya secara gamblang. Ditambah lagi sikapmu yang tak pernah sekalipun ingin untuk membahasnya.
Rasa ingin tahuku memuncah terhadapmu, tapi tak ada satu pun kalimat yang bisa kuutarakan padamu.
Komunikasi seperti apa yang sedang kita jalani saat ini? Aku bahkan tak bisa bercerita dengan terbuka kepadamu, dulu dan saat ini. Ada banyak sikap yang kupilih hanya untuk menjaga perasaanmu dan mungkin begitu pula dengan perasaanku.
Kenapa harus kamu? Kenapa kamu begitu jauh? Kenapa kamu terus bertahan? Kenapa kamu terus membuatku untuk bersabar dan ikut bertahan?
Apakah ini yang seharusnya? Apakah aku akan bisa untuk terus bertahan? Apakah kamu tidak akan mengubah perasaan dan pikiranmu terhadapku suatu saat nanti? Apakah aku cukup layak untuk membersamaimu?
Jujur saja, memikirkan semuanya tak pernah aku tak menitikkan air mataku. Ada rasa sesak yang menancap dan tak bisa dijelaskan.
Aku bersyukur bahwa Tuhan tetap meyakinkanku bahwa ada satu lelaki yang bisa mengubah hariku; hari demi hari. Sejatinya aku cukup gembira mengetahui kamu terus meluangkan waktumu dari saat itu hingga hari ini.
Aku akan beri tahu kamu satu rahasia, sebenarnya aku sudah kehilangan rasa percaya pada diriku sendiri. Sejak saat itu, aku bahkan tak bisa mempercayai siapapun. Tabiatku menjadi lebih buruk. Aku menjadi lebih sering untuk berkata lantang kepada orang tuaku sendiri, aku menjadi lebih sensitif dan sering menangis, baik dalam keadaan terlalu senang pun sedih. Aku sempat merasa keluargaku pun tak bisa merasa bagaimana hancurnya perasaan yang telah kujunjung sendiri. Aku tak punya sandaran saat itu. Hingga sampai aku tahu ceritamu yang jauh lebih menyesakkan dariku. Namun, kamu terlihat begitu tangguh menghadapinya seorang diri. Aku tahu saat kamu berada pada titik lemahmu saat itu, aku merasa seperti becermin pada kiisahmu. Hanya saja kisah kita berbeda dan kisahku tak ada apa-apanya dibandingkan kisahmu.
Kamu itu tangguh, tegar, berjiwa besar, dan bertanggung jawab. Entah mungkin ini seperti mengada-ngada. Tapi inilah kenyatannya. Perlahan tanpa kamu menyadari, aku belajar bagaimana berjiwa besar, meski gagal. Namun, aku terus berusaha. Sama sepertimu, aku cenderung menjadi pendiam dan masa bodo dengan keadaan. Bedanya kamu tetap kalem, sedang aku menjadi sangat sensitif dan mudah sekali membentak dan marah jika sesuatu tak sesuai dengan keinginanku atau tidak sesuai dengan kondisi yang ada.
Melihatmu berada diposisi atas sekarang ini, aku merasa semakin jauh dan kacau. Aku merasa sangat kalut memikirkannya. Aku seperti tak pantas untuk membersamaimu. Aku merasa minder kepadamu. Kamu tidak tahu aku, bagaimana aku, siapa aku. Apakah kamu akan tetap menerimanya jika apa yang terlihat olehmu tidak sesuai ekspektasimu?
Setidaknya beri aku alasan kenapa kamu memilihku dan bersedia tinggal meluangkan waktu untukku. Atau setidaknya beri aku pernyataan kenapa selama ini sikapmu seolah menjadikanku sebagai alasan untuk mengetahui hal-hal penting dari hidupmu. Aku tidak ingin mematahkan harapmu dengan ketidakmampuanku untuk menjadi apa yang kamu ekpektasikan tentang diriku. Begitu pun aku tak ingin mematahkan hatiku yang cenderung ingin seutuhnya memiliki hatimu.
Aku harap kamu mengerti. Aku harap tulisan ini tak sekedar tulisan. Aku harap kamu mengetahuinya. Aku harap kamu membacanya.
Meski kamu tak pernah tahu keberadaan akunku ini.
Gomawo oppa.
Komentar
Posting Komentar