Dari aku, yang merindukanmu dalam luka

Hai, Tuan.
Selamat malam.
Gimana kabarmu?
Semoga kabarmu baik disana. tidak seperti disini, cuacanya teramat dingin. Bahkan aku saja tak mampu menahan dinginnya malam ini. Baju kaos yang diselimuti sweater dengan wol asli masih belum cukup, lalu ku balut lagi dengan jaket tebal di atasnya saja, masih terasa amat dingin. Oh, apakah ini ada kaitannya dengan perasaanku?
Ah, tidak. aku terlalu mengada-ada, bagaimana bisa aku tau suatu rasa berubah menjadi dingin. Kalo cuaca malam sih memang dingin disini, Tuan.

Hai, Tuan.
Sudah lama sekali aku tak menerima sapamu. Beberapa lalu, aku sempat mengirimmu sebuah email, tapi entah mungkin kamu belum melihatnya atau mungkin saja kamu sudah membacanya namun tak mengindahkannya.
Ah, apa perdulinya fikirmu, kan?

Hai, Tuan.
Kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini?
Apa yang ada dibenakmu?
Tak pernahkah kamu berfikir tentangku?
Tak pernahkah kamu bertanya tentang kabarku?
Aku.. aku bahkan tak pernah bisa menepis bayangmu.
Aku.. aku selalu berusaha menciptakan benci untuk dirimu, tapi tetap saja terkalahkan dengan egoku yang selalu saja berbaik sangka padamu.
Aku.. aku telah mencoba menghindarimu sejauh-jauhnya, menutup semua akses untuk menghubungimu, tapi selalu saja ada air mata yang tumpah kala ku baca kembali isi suratmu yang masih ku simpan rapi.
Aku.. aku..

Tuan,
Aku memang tak pernah menguntitmu lagi, tapi teman-temanku masih saja kepo dengan aktivitasmu. Seperti malam ini. Luka yang belum kering, kini ternganga kembali. Malam ini, seorang temanku mengirim screenshot DP-nya kekasihmu, lalu mengirimkannya ke bbm-ku. Kamu tahu rasanya, Tuan?
Aku yang masih berkutat dengan kegiatanku menjemput Ayu pulang kerja, mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Ku rasakan air mata telah menganak sungai di pelupuk mata. bahkan aku sesekali berteriak di keramaian malam kota Palembang. Suara klakson berdenting di telinga tak ku hiraukan, bahkan tatapan tajam pengemudi motor saat melihatku terisak di tengah kemacetan ku acuhkan.
Ah, aku kira aku sudah cukup kuat untuk tidak menangisimu lagi.
Tapi ternyata aku terlalu sombong dan congkak dengan rasa ini. Aku tak pernah memperhitungkan luka dan sakitnya hati bisa separah ini padamu.

Tuan,
Aku telah mencoba melakukan semua pintamu, saat kamu berkata ingin bersamanya, aku melepasmu.
Saat kamu minta aku bersikap biasa saja untuk menganggapmu sebagai teman saja, aku pun telah melakukannya, walaupun tak bertahan lama.
Saat kamu mengajakku bersenda gurau seolah tak ada sesuatu yang salah diarntara kita, aku pun masih mengikuti alurnya, walaupun lagi-lagi aku menghindarimu.
Saat kamu bertanya tentang kabar dan keadaanku, aku mampu membalasnya, walaupun dengan sesingkat-singkatnya.
Saat kamu dilanda masalah saat itu, aku pun menjadi orang yang paling mencerewetimu, bahkan dengan cara kasarku berbicara padamu.
Dan saat kamu, memintaku menghindari, untuk mengurusi hidup masing-masing, aku pergi dan aku menghindarimu, Tuan!!
Tuan, apa lagi yang belum aku lakukan untukmu?
Bagaimana lagi aku harus bersikap dan memposisikan diri ini pada posisi yang benar?

Tuan,
ini hanya coretan kecil dari hati yang tergores.
Beberapa hari lalu aku lupa dengan hal ini. Tapi, hari ini goresan itu terasa amat pedih. Namun, tenanglah, mungkin esok goresan itu akan pudar. Entah, beberapa waktu berikutnya..



Dari aku,


Yang merindukanmu dalam luka

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer