'senja'

Selamat petang, Kamu.

Masihkah senja menggoreskan semburat emas di angkasa?

Jika iya, seperti itulah gambaran langitku. Indah, bukan? Yups, indah yang bermasa. 

Kamu,

Teruskan saja menyeruput kopi di cangkirmu, tulisan ini tak akan mengganggumu pastinya.

Ya, sejauh yang kamu dan aku tahu. Semua surat yang aku tulis ini tak kan mungkin kamu baca. Tak ada waktu, bukan?

Kamu terlalu sibuk dengan duniamu, dimana aku bukan lagi anggota dari duniamu. Ah, bukan, tak pernah jadi bagian dari kehidupanmu tepatnya.

Jujur saja,

Kamu begitu manis, manis dalam mengeja namaku.

Kamu begitu cerdas, cerdas dalam menghadapi sifatku.

Kamu begitu fasih, fasih dalam mengartikan pikiranku.

Mungkin selama ini aku salah mengartikan sikapmu. Rasaku mudah menjadi besar. Seharusnya aku bisa bersikap biasa saat kamu menunjukkan gelagat yang tak biasa.

Dulu kamu mencariku, lalu meninggalkanku.

Dulu kamu memerhatikanku, lalu menghiraukanku.

Sekarang, bolehkah aku bertanya 'kenapa dulu kamu mencariku dan memerhatikanku?'

Sebatas itu? Tidak tentu saja, perihal ini hanya kamu yang tau. Mereka yang membaca surat ini tak kan pernah mengerti bagaimana kamu bersikap kepadaku, sampai akhirnya aku menyulam harap padamu.

Jika suatu hari kamu membaca surat dariku, luangkanlah sedikit waktu untuk membalasnya. 

 

Jika rona senja ini begitu indah, aku tak ingin malam datang menghapus jejaknya.