Pilihan; Terpilih, Dipilih, atau Memilih (?)
Ini ada cerbung part 2. Yang belum baca part sebelumnya bisa klik link di bawah ini ya.
Baca Sebelumnya >>>
Baca Sebelumnya >>>
***
Teeettt...
Teeettt...
“Baiklah
anak-anak silahkan gunakan waktu istirahat dengan baik,” ucap Bu Titik
mengakhiri pelajarannya pagi ini.
Sarapan
fisika pagi-pagi itu emang terkadang tidak terlalu bagus untuk pencernaan. Apa
lagi waktu sarapannya berdurasi seratus tiga puluh lima menit. Ya, begitulah
penderitaan yang dirasakan oleh sebagian pelajar yang mendiami kelas XI IPA 1
tersebut, termasuk aku. Otak sama perut suka tak singkron. Mendadak lapar,
padahal sudah diberi sarapan berupa pelajaran fisika sedari pagi. Tak jarang,
Bu Titik sering kali mendapati muridnya sedang berseri menatap pegawai kantin
yang mulai sibuk dengan racikan makanannya. Bagaimana tidak? Kelas yang
diidam-idamkan mayoritas murid SMA Kejora ini letaknya sangat strategis untuk
menikmati pemandangan si eneng seksi, pelayan kantin. Astaga.
“Key..
Key..” Aan dan Rian memanggilku bebarengan.
“Huh.
Kalo jam istirahat aja ya mereka tuh gesit banget. Aku aja masih belum kelar
beresin buku yang berserakan di atas meja,”gerutuku dalam hati. Aku tak
menjawab panggilan mereka, hanya sejenak menatap, lalu mengernyitkan alis ke
atas.
“Cepet
woiy... Makanan di kantin bisa habis, Key”
“Yeey..
Siapa yang nyuruh kalian nungguin aku. Kan, aku gak minta. Yaudah sana, ih”
“Serius?
Bilang keles daritadi. Yaudah yuk, An”
“Aih,
bentar sih, Yan. Dia dari pagi belum sarapan. Ntar, kalo maghnya kumat berabe.
Kasian,” ucap Aan setengah berbisik pada Ryan.
“Terus,
mesti gimana?”
“Keyla
Aristia Anjani!!!!! Setan paling demen sama cewe yang suka bertapa di kelas
sendirian...”Teriak Aan dari balik pintu.
“Hiiih..
Aan... Nooo... Wait me, please!!”
“Yes,
berhasil kan gue?”Aan tersenyum bangga ke arah Ryan.
“Pokoknya
tanggung jawab, aku tadi udah kenyang di kelas. Tapi, kalian maksa aku buat
ikut. Jadi, harus traktirin aku makan di kantin. Aku mendadak lapar nih”
“Aiih,
Keyla lagu lama. Diam di kelas itu cuma alasan doang yekan? Padahal mah aslinya
kelaparan, tapi nunggu moment aja buat dibayarin jajan,” ucap Ryan.
“Ah,
kamu ganteng syekaliiii” balas Keyla puas.
***
Teeettt...
Teeettt...
Bel
kedua telah berbunyi, pertanda jam sekolah pun telah usai. Semua warga Kejora
telah berhamburan di luar kelas memenuhi koridor, lapangan, kantin, dan
lapangan parkir. Seperti biasa, Nia dan Rere pun telah hijrah ke kelas XI IPA
1, kelasku. Dua gadis cantik ini adalah teman dekatku di sekolah. Sayangnya,
kita bertiga beda kelas. Nia di kelas sebelah, XI IPA 2 dan Rere anak XI IPS 2.
Ya, aku sama sekali tak ada teman dekat berjenis kelamin wanita kalo di kelas.
Ampun, tak ada yang seide denganku di kelas. Bisa dibayangin, gerombolan yang
satu sukanya pamer barang brendid yang baru dibeli. Gerombolan lainnya, ada
yang ngebahasin Korea dan India sampai ke akar-akarnya, mulai dari tokoh
pemain, tarian, lagu, hingga alur cerita yang dibungkus apik dalam memory otak
mereka. No, It’s not me. Aku benar-benar tidak tertarik untuk hal itu. Ya,
terkadang aku suka beli barang brendid, suka nonton drama Korea dan India.
Tapi, gak sampe segitunya juga kali. Oh My!!
“Aku
pulang duluan ya, An. Nia sama Rere udah nungguin aku soalnya.”
“Hem..”
jawabnya singkat, tanpa menoleh padaku.
“Aih,
nih anak kenapa lagi coba? Tadi pas istirahat perasaan girang banget, eh sekarang
udah nekuk lagi tuh muka. Kebiasaan,” batinku sambil memerhatikan raut
wajahnya.
“Hayuk,
pulang...”Aku menarik lengannya dengan nada manja, berharap ia akan segera
bangkit dari duduknya.
“Key!”
“Apa?
Yaudah, kalo gak mau pulang. Aku pulang!”Aku membalas bentakannya seraya
melempar kembali lengan yang tadi sempat aku genggam.
“Key....”
Aan
kembali bersuara, dengan lafal yang sama namun berbeda intonasi. Kini, lebih
terdengar seperti seseorang yang tengah memelas. Aan menggenggam tangan mungilku
sama seperti saat aku menggenggam lengannya. Gerakan yang dilakukannya secara
tiba-tiba itu, sontak membuatku membalikkan badan. Mataku bertemu matanya,
menatap dalam diam dalam beberapa detik. Aku yang terlebih dahulu melepas
genggamannya karena menyadari adegan ini menjadi tontonan yang cukup
mencengangkan untuk dua temanku, Nia dan Rere.
“A..
AN..!” Aku meneriaki namanya untuk mencairkan suasana. “Kamu kenapa, ih? Modus
banget yekan mau pegang-pegang tangan aku,” lanjutku. Sungguh, tak ada reaksi
apapun darinya. Dimana Aan yang selalu membalas ucapanku dengan lebih
menyakitkan? Aku mengalihkan pandanganku ke Nia dan Rere secara bergantian.
Keduanya hanya mengangkat bahu dan menggelenggkan kepalanya.
“Key,
An, kita berdua pulang duluan aja ya” Ucap Nia seolah mengerti apa yang Aan
inginkan saat ini.
“Iya,
ntar kamu antar Keyla balik ke rumah, An” tambah Rere setelahnya.
Pelan
tapi pasti, bayang Nia dan Rere tak lagi terlihat dari balik pintu. Kini hanya
ada aku dan Aan di dalam kelas. Untuk situasi seperti ini, akulah yang akan
menjadi korban. Dia lelaki sedangkan aku wanita, jika berduaan seperti ini
bukan tidak mungkin ada tatapan hina dari seseorang yang hilir mudik melewati
kelas ini. Ah, aku bisa apa? Pergi meninggalkannya sendirian jelas tak mungkin.
Namun, melarang orang nge-judge situasi seperti ini juga tak kan mungkin.
!@##%%^
Belum
selesai aku menyelesaikan pertanyaan demi pertanyaan di kepalaku, Aan
membuyarkannya. Ia kembali menarik lenganku dengan keras, membuatku duduk
sejajar dengannya. Mataku yang masih berkunang dan jantungku yang terus
berdetak tak beraturan berkolaborasi menjadi satu. Sial.
“Gimana
rasanya punya seorang adik? Gimana rasanya menjadi seorang kakak yang baik?”
Akhirnya Aan bersuara kembali. Suaranya terdengar serak, menahan perih yang
teramat dalam. Aku tak langsung menjawabnya. Kubiarkan ia mengeluarkan semua
sesak yang menumpuk di batinnya, membiarkan dia memberiku pertanyaaan yang
bertubi-tubi. Dalam situasi seperti ini, ia tak ingin ceramah bijak, menurutku
ia hanya butuh telinga untuk mendengar seluruh penatnya.
“Gimana
rasanya hidup di tengah keluarga yang harmonis? Gimana rasanya mendapat kasih
sayang penuh dari seorang ayah? Gimana rasanya makan malam bersama keluarga?
Gimana rasanya bercanda dengan ayah dan ibu dalam satu kesempatan? Gimana, Key,
gimana?”
Aku..
Aku hanya mampu ternganga mendengar sederet pertanyaannya. Sungguh, aku tak
menyangka ia akan memberiku sederet pertanyaan seperti itu. Entah, rasanya aku
pun merasakan perih yang ia tanamkan di batinnya. Aku masih terdiam. Bukan
karena aku mengabaikan tanyanya, aku hanya tak ingin salah menempatkan posisiku
saat ini.
Aku
sedikit menarik tubuhku, bersandar di bangku kelas. Lalu, menarik pelan
kepalanya bersandar di bahuku. Oke, aku tahu. Ini seperti harga diri yang
dipertaruhkan. Aku menempatkan diri sebagai seorang lelaki yang sedang menenangkan
pasangannya. Sehingga ia pun terlihat seperti seorang wanita yang tengah
mengadu kesedihannya pada pasangannya. Oh My!!
“Aku..
Aku benci lelaki itu!”Teriak Aan tiba-tiba diikuti dengan deru nafas yang
memburu. “Apakah ibuku tak baik untuknya? Apa yang ia cari dari wanita penggoda
seperti itu? Aku membencinya, benci...”
Kini
terlihat jelas, ada buliran bening yang turun dari sudut matanya. Untuk pertama
kalinya, aku melihat seorang lelaki menangis di hidupku. Selama ini yang aku percayai,
lelaki itu sama seperti batu, tak punya hati. Tak perasa. Kali ini, semua
tertepis sudah.
“Kamu
tahu kenapa aku membenci Tata? Ya, aku benci semua orang yang baik kepada Tata,
termasuk kamu saat itu yang sempat berbicang dengannya” Aan memulai ceritanya
dengan mengarahkan pandangannya kepadaku beberapa saat. Aku mengangguk spontan.
Ia
kembali meneruskan ceritanya dengan mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.
“Ia adalah seorang anak yang terlahir dari hubungan haram ayahku dan wanita
penggoda itu. Hal itu terjadi sekitar delapan tahun lalu, ketika lelaki itu
pergi dinas ke luar kota. Kamu tahu, ibuku selalu menyebut nama lelaki hina itu
di dalam doanya agar ia baik-baik saja selama bertugas. Tapi, apa balasannya?
Sekian lama ia tak pulang ke rumah, akhirnya ia pulang dengan membawa wanita
dengan bibir merah menggendong seorang bayi”
“Apa
yang terlintas di pikiran lelaki itu, apa? Kesakitan ibuku tak hanya berhenti
sampai situ, Key. Ia menitipkan bayi itu, meminta ibuku untuk merawatnya sama
halnya seperti ia merawat darah dagingnya sendiri. Hampir setiap malam aku
melihat ibuku menangis di sujudnya. Aku memang terbilang masih sangat kecil
saat itu, tapi aku merekam semua memory pahit itu hingga hari ini. Anak mana
yang tega melihat orang tuanya menangis dan terluka?”
Aku,
tetaplah aku. Walau aku memposisikan diriku sebagai lelaki yang tengah
mendengarkan keluhan gadisnya, ternyata bakal luluh juga. Air mataku jatuh satu
persatu membasahi pipi. Lagi-lagi, aku tak menjawab tanyanya. Aku tak tau
jawaban bijak seperti apa yang bisa menenangkan hati dan pikirannya. Aku buka
seorang sastrawan yang pandai mengolah kata agar ia mampu mengerti arti
hidupnya.
Tangan
gagah yang dulu sempat dijadikannya sebagai perisai pelindung di wajahku dari
tamparan Mei, kini ku genggam erat. Aku tak tahu apa yang ia rasakan saat aku
memberanikan diri menggenggam erat jemarinya. Ia tak bersuara pun tidak
menolaknya. Ia hanya mengangkat kepalanya dari bahuku. Melihat reaksinya, aku
pun mengangkat tubuhku yang sedari tadi ku biarkan bersandar malas di bangku.
Lima
belas menit sudah aku menungguinya melanjutkan kisah. Namun, ia sama sekali tak
bergeming. Sampai akhirnya, aku menarik tanganku ke atas meja. Ia menatapku
karena gerakan yang kulakukan itu cukup mengejutkannya. Jemarinya yang ku
genggam erat sedari tadi ikut larut dalam sandaran. Ya, aku menjadikan kedua
tanganku, dan satu lengannya sebagai sebuah bantal untuk menyanggah kepalaku.
Kali kedua, tatapan kami bertemu.
Aku
menatapnya seraya mearik bibirku selebar lima centi ke atas. “Gimana
perasaanmu saat ini?” ucapku.
***
"Aku bukan seorang sastrawan yang pandai mengolah kata agar ia mampu mengerti arti hidupnya." Saya suka kalimat ini, mewakili karakter tokonya.Keren saluut. Ini masih lanjut kan?
BalasHapus^_^
HapusSeneng juga kalo ada yang seneng bacanya.
Iya, insya Allah masih lanjut, doain aja biar tetep ngalir idenya :)
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapusIya, makasih.
HapusDan kata-katanya aku udah hapal, kamu udah beberapa berkunjung ke akun blog aku sebenernya :3