Nampaknya Tak Ada yang Berbeda #Desember 2013

Desember 2013.
Nampaknya tak ada yang berbeda sama sekali dari Desember tahun lalu.
Tetap diawali dengan tanggal satu dan diakhiri dengan tanggal tiga puluh satu.
Begitupun dengan layout di kamar ini. Tak ada yang berubah.

Lihat di pojok kanan!
Masih ada meja belajar lengkap dengan buku yang bertengger rapi.
Lengkap dengan alat tulis, tas, beberapa gadget dan laptop yang sengaja ku letakkan di dua ruang kecil di meja itu.
Tak lupa seperangkat alat solat juga ku letakkan di laci bawah meja itu.
Ya, Meja belajar.
Di sana, sering ku datangi bila deadline tugas menghampiri.
Di sana tempatku saat episode demi episode mulai kejar tayang.
Di sana pula lah, sering ku sandarkan kepala ini, menahan rintihan dan sesak di hati ini.
Di sana tempatku menggoyangkan jemari, menulis setiap kisah yang datang silih berganti.
Di sana, seringkali ku mainkan dua buah pena yang ku punya, ku angkat kedua tangan ini, ku gerakkan layaknya pesawat tempur yang sedang berperang.
"Ngggennngggggggg....... daaaadaarrrdaaarrrrdaaarrrr......."

Lalu, lihat lagi di sudut lainnya, ada banyak boneka yang setia menemani hari-hariku.
Mereka berbaris rapi di sana.
Menatapku, memperhatikanku, melihat setiap gerak-gerikku di kamar ini.
Bahkan mereka pula lah yang dengan rela memeluk tubuh ini saat ku mulai benar-benar lelah menghadapi semuanya.
Merekalah saksi atas segala yang terjadi pada diriku.
Merekalah yang dengan setia mendengarkan keluh kesahku.
Merekalah yang dapat ku ajak bicara saat tak ada lagi makhluk yang mau mendengarkan pembicaraanku.
Andai mereka dapat bicara.
Mungkin mereka akan menyampaikan semua kata atas apa yang tak pernah bisa ku sampaikan pada makhluk lainnya.

And then, yang selalu ku hampiri di kalaku lelah, lelah atas semua yang terjadi.
Itu, iya itu.
Tempat dimana selalu aku cari untuk menumpahkan kepenatan yang menghampiri.
Tempat dimana selalu menyediakan ruang dan waktu untukku berderai.
Tempat dimana selalu ku berlindung dari para penjahat di keheningan malam.
Tempat dimana selalu memberi aku ruang untuk meregangkan otot-otot yang mulai keram.
Terlentang, duduk, tengkurap.
Ya, semauku saja.

Terakhir, yang tak kalah penting.
Yang masih saja sama dengan Desember tahun lalu adalah jam dinding yang bertengger diam di dinding.
Ku letakkan disana.
Sangat terjangkau.
Ia berada tepat di arah depan tempat tidurku.
Sehingga ia yang selalu ku tatap saat mata ini akan terlelap dan saat mata ini mulai terbuka di pagi hari, selain bayangan tuan.
Ia lah benda yang selalu merekam setiap detik yang bergulir di sampingku.
Semua yang terjadi padaku terekam olehnya.
Ada banyak makna dari setiap angka yang tertera.
Terlebih pada angka sembilan.
Angka itu yang selalu ku tatap dahulu hingga saat ini.
Angka yang selalu ku nanti sepanjang malam.
Menanti tuan untuk menghubungiku, memulai cerita lewat udara.
Kadang, seringkali tanpa diduga kristal bening ini terjatuh di pipiku kala ku tatap angka sembilan.
Mengapa?
Sungguh aku tak tahu.
Mungkin aku merindukan sosok tuan yang selalu terekam di angka sembilan di dinding itu.














Komentar

Postingan Populer