Jawab aku!

  “Kamu harus bisa lupain aku. Aku yakin kamu pasti bisa. Toh, masih banyak lelaki lain di luar sana yang lebih baik dariku”
            Aku meneguk air liurku sendiri. Tak ada kata yang mampu ku katakan padanya. Tenggorokanku tercekat oleh benda asing yang tak tahu bagaimana bentuknya. Ruang dadaku kembali penuh sesak.
            Rindu ini selalu menghantuiku. Rindu ini selalu mengusikku. Ah..... Betapa rindunya hati ini.
            “Nanti, jangan sering-sering menghubungiku ya”
            “Bagaimana bila aku kangen? Aku masih tetap boleh menghubungimu bukan?”
            “Tahan saja rindu itu. Jangan kau buang uangmu hanya untuk menghubungiku”
            “Aku tak keberatan kok. Uang sekedar untuk membeli pulsa saja, itu tak masalah bagiku. Yang penting aku selalu bisa mendengar suaramu, mengetahui kabar tentangmu”
            “Tidak! Aku bilang jangan. Masih banyak keperluan lain yang harus kau penuhi. Simpan saja uangmu untuk hal-hal yang lebih bermanfaaat!”
            “Loh, bukannya dulu kau tak pernah keberatan?”
            “Putri.......! Itu dulu! Berbeda dengan sekarang! Keadaan kita sudah tak lagi sama!”, nada suaranya yang meninggi menyadarkanku.
            Tamparan keras seakan mendarat di pipiku. Tertahan di sana dan membekas. Piyama biru muda yang ku kenakan basah seketika. Aku tak menyadari jika sedari tadi air mata ini mengalir kian deras saja.
            “Harusnya aku sadar. Harusnya aku tahu diri. Ia sudah tak menginginkan aku lagi. Ia sudah tak lagi memiliki rasa yang sama sepertiku. Harusnya aku pergi, pergi dari keidupannya”
***
            Selasa, 05 Nopember 2013
            13.14 p.m
            Send : {}
            Hanya satu emot saja yang ku kirimkan melalui sebuah pesan singkat ke nomor pribadi miliknya.
            Entah...
            Aku tak tahan lagi memendam rindu ini seorang diri. Setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik aku selalu memandangi layar ponselku ini. Berharap ada satu pesan singkat yang masuk di sana. Tapi, ternyata aku salah. Ternyata ia sama sekali tak menghubungiku. Di sini, hanya aku yang bertahan sendirian menunggu sesuatu yang seakan mustahil untuk kudapati.
            Saat ia berkata jangan menghubunginya. Aku telah berusaha tak menghubunginya. Saat ia menyuruhku untuk tidak menangisinya lagi. Aku pun tidak menangisinya lagi –di hadapannya-
            Namun, ada satu yang tak dapat ku bohongi. Aku tak mampu membohongi perasaanku. Rasa ini begitu dalam. Harapan ini terlalu tinggi. Kenyataan yang tak bisa ku terima.
            “Aku ingin selalu bersamamu. Menemani hari-harimu. Selalu mendengarkan keluh kesahmu. Tertawa bahagia bersamamu. Aku ingin itu”
            “Aku ingin kau tahu hidupmu tak sendiri. Kau tak akan pernah merasa sepi. Ada aku disini. Aku ingin kau tahu, rasaku tulus terhadapmu. Aku ingin kau tahu, aku berbeda dengan wanitamu –dulu- yang tega menduakanmu. Aku tak sama. Aku benar-benar menyayangimu dari hatiku”
            “Cobalah lihat diriku. Rasakan ketulusan cintaku. Setega itukah kau bagi hatimu untuknya? Tak bisakah kau belajar dari masa lalumu? Kau sia-kan aku begitu saja? Kau kubur rasaku begitu saja? Begitukah? Jawab aku!”
***

Komentar

Postingan Populer