Cinta untuk Cinta

“Hari ini adalah lembaran baru bagiku
Ku disini karena kau yang memilihku
Tak pernah ku ragu akan cintamu
Inilah diriku dengan melodi untukmu
Semua karena cinta, semua karena cinta
Tak mampu diriku dapat berdiri tegar
Terimakasih cinta....”
Alunan melodi cinta mengiringi pesta pernikahanku.  
“Cinta, besok aku dan keluargaku akan berangkat ke Surabaya untuk melamarmu”
            Itulah satu kalimat yang selalu terngiang di telingaku hingga detik ini, satu kalimat yang mampu membuat badanku bergetar hebat diiringi dengan hembusan nafasku yang kian memburu. Jantungku pun berdetak kencang disertai dengan aliran darahku yang kurasakan mengalir sangat deras. Tak hanya itu, aku pun merasakan ada  butiran-butiran lembut yang mengalir dan membasahi kedua pipiku.
            Aku sungguh tak menyangka bila akhirnya jodoh mempertemukan kami dalam satu ikatan yang suci dan halal.  Menikah dengannya, berdampingan di atas pelaminan adalah hal yang selalu kuimpikan, namun tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku. Mungkin di dunia ini, hanya kami satu-satunya pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh dan mampu bertahan menjalani hubungan tersebut selama 5 tahun lamanya tanpa pernah bertemu sekalipun sebelumnya. Sulit bagi kami untuk bertemu karena kami tinggal di kota yang berbeda. Ia tinggal di Aceh, sedangkan aku tinggal di Surabaya. Hanya kumpulan foto yang kami andalkan untuk saling mengetahui paras wajah kami masing-masing. Pesan singkat, telepon, facebook, twitter dan beberapa fasilitas canggih lainnya yang kami andalkan. Aneh bukan? Ya, mungkin ini tak bisa dibenarkan oleh logika. Tapi, inilah kenyataannya. Kesetiaan dan kepercayaan yang kami rajut bersama mampu mengantarkan kami hingga ke jenjang pernikahan.
            “Cinta ini kadang-kadang tak ada logika”, sebait lirik milik Agnes Monica yang kuanggap benar.
**
            Ahmad Rintang Ramadhan. Adhan, begitulah aku memanggilnya. Seorang pria kelahiran Aceh yang hadir mengisi ruang hatiku yang kosong. Ia datang disaat aku membutuhkan seseorang untuk berbagi dan mampu mendengar keluh kesahku saat papa terbaring lemah di rumah sakit. Aku yang rapuh, menjadi seseorang yang tegar karenanya.
            Meskipun usianya terpaut satu tahun lebih muda dariku, kuakui sikapnya mampu menyihirku untuk  mengaguminya. Tanggung jawabnya yang tinggi, di tambah kedewasaannya dalam mengambil keputusan dan ketegarannya menjalani hidup, serta kemampuannya di bidang akademik berkolaborasi menjadi satu kesatuan yang sangat langkah untuk kutemui pada pria lainnya.
**
            Selepas akad nikah usai, Adhan mencium keningku seraya berkata,
            “Aku mencintaimu Cinta”
            Tak sampai disitu, sepanjang acara resepsi pernikahan berlangsung, ia pun menggengam erat tanganku seolah meyakinkan aku bahwa ia sangat mencintaiku.
            Cinta untuk Cinta.
            Ya, namaku Cinta. Kini aku telah mendapatkan cinta untuk seumur hidupku karena sebuah kesetiaan dan keyakinan atas cinta itu sendiri.

Komentar

Postingan Populer