ini untuk tuan

Kamis malam. Malam Jum'at.
Hai, Tuan.
Gimana kabarnya?
Tahukah tuan selalu ku nanti? Tahukah setiap hari ku mengikuti jejakmu di jejaring sosial milikmu?
Tahukah tuan adalah alasan mengapa ku bertahan dengan rasa ini?
Tahukah tuan mengapa aku sulit untuk menggambar siluet-mu?
Tahukah tuan, kau adalah inspirasi dalam setiap tulisanku?
Kau adalah alasan mengapa dulu aku tertarik untuk menulis.
Tuan adalah pemeran utama dalam tulisan-tulisanku.
Tuan pula yang mampu mengambil hati ini seutuhnya, hingga saat tuan pergi, hati ini masih milikmu.

Tuan,
Aku sering berpikir tentang ini dan itu tentangmu...
Tuan,
Maafkan aku yang mungkin telah mengecewakanmu,
Tuan,
Harusnya kau tahu alasan utamaku,
Tuan,
Bolehkah aku jujur saat ini, aku kehilangan sosok dirimu yang dulu selalu ku banggakan.

Dulu,
kau datang menghampiri jejaring sosial milikku, mengajakku untuk berkenalan denganmu.
Ya, awalnya aku malas untuk mengindahkan pintamu. Sungguh aku tak pernah tertarik akan hal semacam itu. Tapi kau mengemas caramu dengan cara yang berbeda dari makhluk lainnya.
Aku hanya mengikuti caramu mengajakku berkenalan.
Berbicara tentang ini, itu. Membahas tentang ini, itu. Semuanya kau lakukan untuk membuatku tertarik padamu.
Ya, jujur ku akui mulai tertarik untuk menjadi temanmu kala itu. Sampai akhirnya kau meminta kontak hape-ku dan aku pun dengan senang hati memberi.
Bertukar pikiran. Bercerita tentang kota masing-masing, bahasa masing-masing, tentang kampus, pelajaran, pengalaman, organisasi, hingga pekerjaan. Ya, semua duniamu yang hampir sama dengan duniaku. Sifatmu yang hampir menutupi kekurangan sifatku. Aku tertarik pada Tuan!

Coba ingat berapa kali tuan memintaku untuk menjadi pacar tuan?
Dan ingat lagi sudah berapa kali aku menolak pinta tuan?
Tahukah alasan mengapa aku menolak tuan?
Pernahkah tuan mencari tahu tentang hal itu?

Tuan,
aku pertegas jawabanku,
sebelum aku bersama tuan menjalin ikatan yang mengatasnamakan "pacaran", aku adalah jomblowati sejati. Tiga tahun lamanya aku mengidap penyakit jomblo. Saat kau memintaku untuk memutuskan ikatan jomblowati di hidupku, aku resah tuan.

Aku memang jomblo yang belum siap "pacaran" dan gak tau bagaimana cara "berpacaran". Tapi, aku juga wanita biasa yang tak luput dari dosa. Jujur ku akui, aku pernah menyimpan rasa kala itu.
Bahkan saat kau mengutarakan perasaanmu dan aku menolakmu, kala itu ada rasa terpendam yang ku simpan untuk kakak tingkatku di kampus tempaku menimba ilmu.
Maaf, tuan.
Mungkin dulu rasa yang kumiliki untuk dia teramat dalam bagiku sebelum aku bersama tuan.
Tapi apa mau di kata, saat itu aku menjunjung tinggi ikataan jomblo.

#tentangku sebelum bersama tuan
Laki-laki yang selalu ku dapati sosoknya di kampusku, ternyata diam-diam juga sering memperhatikanku.
Bagaimana aku tahu?
Haha. Ini persoalan yang sedikit mudah ku jawab.
Mengapa?
Ya, karena aku yang memastikannya.
- saat ia menatap langkahku menaiki anak tangga menuju kelas di lantai atas.
- saat ia memanggil namaku "Laras". Ia satu-satunya orang yang memanggilku dengan nama itu.
- saat ia akan memberikan kado untukku tepat di hari ulang tahun kami yang kebetulan sama tanggalnya(17sep)
- saat ia mengirimkan sebuah pesan singkat untukku, terkesan menasihati namun sedikit memarahi karena saat itu hari hujan. Ia melihat semua temanku memakai payung, sedangkan aku hanya berbalut jaket yang menutupi badan dan kepalaku.
- saat ia menawarkan flashdisk miliknya untuk tambahan materi dalam tugasku
- saat ia diam-diam memperhatikanku dari jendela kelas di lantai dua. Ia menatapku, memperhatikanku gerak-gerikku tanpa ku sadari. Hal ini membuat aku salah tingkah, mati gaya di depannya. Teman-temanku sudah mengetahuinya, namun setelah kekonyolanku dipertontonkan padanya, barulah aku sadar bila ia sedari tadi memperhatikanku.

Well, siapa dia?
Dia adalah kakak tingkatku yang selalu ku cari bayangannya dari balik tembok dan ku tatap wajahnya dari kejauhan. Aku selalu menenggelamkan wajahku bila matanya mendapati mataku. Aku yang berhenti sejenak saat ku tahu bayangannya sedang berjalan menyusuri koridor kampus. Aku yang selalu membalikkan tubuhku saat ku tahu ia akan berjalan terbalik ke arahku. Aku yang selalu mendengarkan alunan melodi gitar dan senandung cinta yang ia tabuhkan entah untuk siapa dari balik tembok pula. Aku juga pernah mendengar indah suaranya yang lucu ketika ia melintas tak sengaja di depan mataku.
Indah, semuanya indah.
Ada getaran hebat saat aku memendam rasa dalam diam. Ada sesuatu yang berbeda di wajah ini kala ku melihatnya dan berfikir tentangnya.
Sebuah rasa yang tak mampu ku ungkapkan padanya.
Mungkin aku berbeda dengan yang lainnya. Saat aku menyadari diriku mempunyai rasa itu, aku sama sekali tak punya nyali untuk sekadar menyapanya, apa lagi untuk mengutarakan perasaan ini. Aku terkesan menghindarinya karena rasa ini. Aku lebih menyukai untuk melihat, menatap, dan memperhatikannya dari kejauhan.
Lebih dari apapun, aku menyukai caraku memendam rasa untuknya yang mungkin hingga hari ini ia tak tahu tentang ini.


#saat aku mengenal tuan
Saat aku mengenal tuan, rasa yang ku miliki untuknya masih sangat kuat.
Terlebih saat awal pertama aku menjadi "pacar" tuan. Rasa ini bukan untuk tuan, tapi ini untuknya. Kau hanya status bagiku awalnya.
Sampai tiga bulan setelahnya, saat kau meyakinkanku, saat ku lihat keseriusan darimu, aku merasa bersalah dengan rasa yang ku punya ini. Apalagi saat aku ingat kebaikanmu dahulu saat menjadi temanku. Saat kau berulang kali mengutarakan rasamu padaku. Saat kau dulu yang menjadi utama saat ku benar-benar tak tahu lagi mau pergi kemana.

Ingatkah tuan? Saat papaku masuk rumah sakit.
Kau lah satu-satunya orang yang ku pinta untuk menemaniku, ya walaupun hanya untuk menemaniku mengobrol, bahkan hanya waktu yang singkat.

Lalu, ingatkah tuan, saat kau mengirimkan ku sebuah pesan singkat berisikan doa untuk kesembuhan papaku?
Tuan, aku meilihmu karena sikapmu yang seperti ini. Yang mungkin susah untuk ku temui pada lelaki lainnya.

Hingga pada bulan ke-empat, tepat saat umurmu bertambah di dunia, aku memutuskan untuk memberikan rasa ini seutuhnya untukmu, dan meningglkan rasa pada ia yang dulu pernah singgah.
Aku benar-benar menjaga rasa ini untuk tuan. Ini tulus dari hatiku, tuan. Hanya untukmu. Dan saat kau menjanjikanku tentang ikatan yang halal itu, aku terlebih mengharapkannya jadi nyata, tuan. Aku ingin tuan. Sungguh.
Tapi?
Semuanya tak seindah pandanganku,
kau mengubur rasaku. Kau patahkan inginku.
Ya, saat kau mengutarakan rasa yang kau punya untuk wanita lain padaku.
Sakit, teramat sakit sungguh.
Aku tak menyangka. Kau yang selalu ku banggakan, ku nantikan, ternyata tega menghianati dan mengecewakanku.

#setelah berpisah pada kedua insan yang pernah mengukir "RASA"
- untuk dia :
Kak, terimakasih telah menjadikanku sebagai adik angkatmu. Terimakasih atas kado dan suratnya yang sampai saat ini masih tersimpan rapi dengan bungkus kadonya. :)
Terimakasih dahulu telah membimbingku dalam perkuliahanku.
Maafkan aku yang mengecewakanmu hingga membuat kau sangat marah padaku saat ini.
Maaf atas semuanya yang membuatmu enggan untuk menatapku kembali.
Tapi, sungguh aku tak tahu atas dasar apa kau marah padaku.
Apakah karena aku yang secara frontal menghindarimu untuk si Tuan?
Entahlah....
Maafkan aku, kak.

- untuk tuan:
Tuan,
terimakasih untuk rasa yang indah ini. Terimakasih atas waktu, tenaga, dan fikiran saat bersamaku dahulu.
terimakasih atas pelajaran hidup yang kau berikan. Terimakasih atas tawa dan canda yang kau taburkan.
terimakasih atas perhatian dan pengertian yang kau sisipkan di celah kesibukanmu.
terimakasih atas sambutan keluargamu yang mungkin hanya tersirat ku dapati kebahagiaannya saat menerimaku dulu.
terimakasih atas bantuannya untuk tugas kuliahku.
terimakasih untuk semuanya.
Sungguh, hingga saat ini kau yang terbaik  untukku.
Walau kau tak lagi menjunjung rasa itu yang dulu hanya untukku.
:')



Komentar

  1. bagus Mbk, pusi ny...

    blog : Aji-Apps

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah :D
      makasih bang!

      eh, tapi itu bukan bentuk puisi ky nya, lebih ke curhat geje..
      -_-"

      Hapus
  2. Tentang penerimaan dan berdamai dengan segala yang terjadi..
    salam untuk tuan ya! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. berdamai ddengan diri sendiri lebih tepatnya..
      eh, lagi puasa ngomong sama si tan nih :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer